Minggu, 22 November 2009

Bahaya Getol Mengasup Soft Drink

Bahaya Getol Mengasup Soft Drink!
Oleh dr. H.M. Hadat SpA, di Jakarta

Aneh tapi nyata, tapi begitulah faktanya. Saat orang Amerika mulai sadar pada dampak buruk mengonsumsi sukrosa, kita di sini malah bangga meniru pola makan mereka.

Bahkan, kita lebih getol mengasup softdrink, permen, biskuit yang sudah 
dilapisi sukrosa, sampai gula dan sirup dan jagung yang kerap dipromosikan sebagai rendah kalori (padahal tidak begitu).

Banyak orang masih belum mengerti bahwa gula (gula dari tebu, sukrosa) 
mengandung glukosa dan fruktosa dengan perbandingan yang sama besar. Dalam kondisi “normal” (tidak berlebihan), glukosa dibakar melalui jalur “biasa” menjadi tenaga. Sedangkan sisa pembakaran glukosa diubah menjadi asam lemak. Pembakaran fruktosa pun harus melalui jalur pembakaran glukosa ini. Setelah sukrosa dicerna di usus, glukosa dan fruktosa masuk ke pembuluh darah dan hati.

Itu normalnya. Bagaimana jika sukrosa yang dikonsumsi begitu banyak, sehingga timbul gelombang atau “banjir” glukosa dan fruktosa?

Dampaknya, fruktosa tidak dapat masuk jalur pembakaran glukosa, sehingga terpaksa menempuh jalan pintas, diubah menjadi gliserol-3-fosat. Begitu juga dengan glukosa, jika “banjirnya” kelewatan, diubah pula menjadi gliserol-3-fosfat. Padahal, gliserol-3-fosfat ini dapat mengikat tiga asam lemak dan membentuk trigliserida. Trigliserida ada yang bebas beredar dalam darah, ada pula yang disimpan dalam jaringan lemak. Kabar buruknya, peningkatan kadar trigliserida dapat memicu penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler), jika terjadi penurunan kadar HDL (kolesterol baik) disertai peningkatan kadar LDL (kolesterol jahat) dalam darah.

Begitu berbahayanya trigliserida ini. Kelebihan 800 mg/dl saja sudah dapat menyebabkan terjadinya penyakit pankreatitis akut atau radang kelenjar pankreas. Itu pasalnya, penting menjaga kadar trigliserida tetap normal, di bawah 80 mg/dl. Di hati, trigliserida bersama kolesterol dan beberapa jenis protein (apoprotein) kongkalikong membentuk lipoprotein jenis VLDL (vety low density lipoprotein).
 
VLDL bertugas mengangkut trigliserida ke jaringan tubuh untuk dimetabolisme menjadi tenaga (misalnya di otot) atau disimpan di jaringan lemak. Setelah keluar dari hati dan masuk ke pembuluh darah, sebagian trigliserida dikeluarkan dari VLDL oleh enzim lipoprotein lipase.
 
Trigliserida yang dikeluarkan dari VLDL itu kemudian terurai menjadi 
gliserol-3-fosfat atau asam lemak. Asam lemaknya sebagian dipakai untuk 
pembakaran yang menghasilkan tenaga, sebagian lagi disimpan dalam jaringan lemak sebagai trigliserida lagi. Begitu terus, sampai akhirnya jumlah trigliserida makin lama makin banyak dan menimbulkan rantai penyakit.

Dahulu, di AS, meningkatnya kasus kardiovaskuler, obesitas, dan diabetes 
menimbulkan kekhawatiran, sekaligus gagasan untuk mengganti konsumsi lemak hewan dengan karbohidrat sebagai sumber energi. American Diabetes Association bahkan merekomendasikan energi dari lemak tidak boleh lebih dari 30%. 
Karbohidrat pun menggantikan posisi lemak sebagai sumber energi utama.
 
Namun, sumber energi pengganti lemak hewan pun tak sepenuhnya aman. Karena belakangan terbukti, sukrosa terutama fruktosa, ternyata meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar kolesterol baik darah, sehingga melambungkan jumlah pasien kardiovaskuler. Tak heran kalau The American Heart Association akhirnya menganjurkan pembatasan pemakaian sukrosa dan menggantikannya dengan 
tepung.
 
Seperti kata orang bijak, jika hendak meniru, tirulah yang baik. (Intisari)