Senin, 01 Juni 2009

42 Persen Peralatan Makan Mengandung Melamin


TEMPO InteraktifJakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 42 persen peralatan makanan yang diuji lembaga itu ternyata mengandung melamin. Melamin ini adalah racun. Bila terkena panas, peralatan yang mengandung melamin dapat melepaskan formalin dan melamin. Dua zat racun ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker, batu ginjal, dan gangguan kandungan kemih.

Ketua BPOM Husniah Rubiana Thamrin mengatakan ia telah melakukan pengujian laboratorium terhadap 62 sampel peralatan melamin yang beredar di sejumlah pasar di Jakarta. “Dari pengujian tersebut ditemukan 30 positif melepas formalin,” kata Husniah dalam jumpa pers, Senin (1/6). Artinya, 48 persen sampel yang diuji BPOM mengandung melamin. 

Peralatan makan berupa gelas, piring, mangkok, sendok, garpu, sodet sebagian besar diimpor dari Cina, tetapi ada pula yang produksi lokal. Sejumlah merek yang sudah teruji positif melarutkan formalin antara lain Sayota Melamine Ware, Mei Shing Melamine, Huamei, dan VGS 4-05A.

Badan POM meminta kepada Departemen Perdagangan agar menghentikan impor produk-produk yang mengandung melamin. Badan juga meminta Departemen Perdagangan agar memberi pembinaan kepada produsen lokal. Badan tidak dapat melakukan pelarangan karena ijin impor atau produksi dikeluarkan oleh kedua departemen tersebut.

Husniah menambahkan, secara fisik peralatan makan yang melarutkan formalin dan melamin tidak dapat dibedakan, hanya bisa diketahui melalui pengujian di laboratorium. Makanan yang bersifat cair, asam, dan panas akan melarutkan formalin. “Meski es cendol itu dingin, atau es jeruk, tapi tetap bisa melarutkan (melamin),” kata Husniah.

Pada saat bersamaan, Husniah juga mengumumkan empat dendeng dan abon sapi berlogo halal tetapi mengandung babi. Keempat Dendeng itu Dendeng sapi Dua daun Cabe, Dendeng Sapi Brenggolo, Dendeng Sapi Brenggolo-Istimewa, dan Dendeng/ Abon Sapi Spesial.

“Kami sudah konfirmasi ke MUI, mereka tidak memiliki sertifikat halal,” kata Husniah. Dendeng dan Abon tersebut antara lain diproduksi di Yogjakarta, Malang, dan Bandung. Badan telah memerintahkan daerah menarik dan memusnahkan produk-produk tersebut.

Lilin pada mi instan


Seiring kesuksesan mi cepat saji ini, sudah sekian lama beredar isu seputar mi instan. Isu lapisan lilin pada mi instan adalah yang kerap diembuskan, malah bikin heboh beberapa tahun lalu. Lilin atau zat kimia lain sejenis wax tersebut digunakan agar mi tidak lengket ketika dimasak.

Dugaan inilah yang memunculkan banyak anjuran untuk tidak makan mi instan setiap hari. Dinyatakan sejumlah ahli, tubuh memerlukan waktu setidaknya tiga hari untuk membersihkan lilin tersebut. Apalagi ada pula dugaan bahwa lilin ini bersifat karsinogenik atau dapat mencetuskan terjadinya kanker. 

Isu lilin ini sudah dibantah oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) beberapa tahun lalu. Hingga kini pun isu tersebut masih dibantah. Tentu saja, sebuah produk mi instan ternama turut membantah isu tersebut.

"Jika isu itu memang benar, tentunya BPOM dan Departemen Kesehatan akan menarik mi instan dari pasaran," ujar Dr Nuri Andarwulan, ahli teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor. 

Terlepas dari isu lilin tersebut, para ahli kesehatan memang menganjurkan untuk membatasi asupan mi instan. Alasannya, konsumsi secara berlebihan atau sering dapat mengganggu saluran pencernaan dan menyebabkan berbagai masalah kesehatan lain. 

Meski ada-tidaknya lilin pada mi masih jadi perdebatan, ada baiknya kita berjaga-jaga. Supaya lebih aman, ada baiknya mengikuti tip berikut saat memasak mi instan:

- Jerang air agak banyak hingga benar-benar mendidih, lalu dibagi menjadi dua bagian (tuang ke dalam dua panci berbeda).

- Masukkan mi ke dalam panci pertama dan didihkan kembali. Panci pertama ini fungsinya untuk mencuci kandungan antilengket lainnya yang terdapat pada mi instan. Setelah matang, pindahkan mi yang telah "dicuci" itu ke dalam panci kedua, lalu didihkan kembali.

Kegunaan lain Lemon

Lemon ternyata tak hanya digunakan untuk menambah rasa asam di masakan atau minuman, tetapi juga untuk membersihkan noda. Berikut di antaranya:

1. Menghilangkan warna kecoklatan pada buah apel dan pir. Taburi potongan apel dan pir dengan perasan lemon untuk menghilangkan warna kecoklatan akibat telah dikupas dan terlalu lama terkena udara.
2. Menghilangkan bekas noda makanan dari plastik dan talenan kayu. Potong lemon jadi 2 bagian, peras lemon ke atas bagian yang bernoda, gosok, dan biarkan selama 20 menit. Bilas dengan air. 
3. Menghilangkan noda teh pada pakaian. Larutkan perasan lemon dengan perbandingan 1:1 dengan air. Gunakan cotton bud, celupkan ke larutan tersebut, lalu taruh di atas noda. Lalu bersihkan dengan air yang mengalir.

Bahaya Kemasan Makanan


Tahukan Anda kemasan makanan juga membahayakan kesehatan?
Ranking Teratas Bahan Kemasan Makanan yang Perlu Anda Waspadai
a. Kertas
Beberapa kertas kemasan dan non kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebihi batas yang ditentukan. Di dalam tubuh manusia, timbal masuk melalui saluran pernafasan atau pencernaan menuju sistem peredaran darah dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain, seperti : ginjal, hati, otak, saraf dan tulang.
Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pusat), pain (sakit) &paralysis (kelumpuhan). Keracunan yang terjadi pun bisa berakibat kronis dan akut. Untuk terhindar dari makanan yang terkontaminasi logam berat timbal, memang susah-susah gampang. Banyak makanan jajanan seperti pisang goreng, tahu goreng dan tempe goreng yang dibungkus dengan koran karena pengetahuan yang kurang dari si penjual, padahal bahan makanan yang panas dan berlemak mempermudah berpindahnya timbal ke makanan tersebut. Sebagai usaha pencegahan, taruhlah makanan jajanan tersebut di atas piring.
B. Styrofoam
Bahan pengemas 
styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, nahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, lebih aman, serta ringan. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.
Penggemar Sate
Anda penggemar sate? Jika ya, waspadalah! Setelah Anda makan sate, jangan lupa makan timun. Kerena di dalam sate terkandung zat karsinogen (penyebab kanker) yang ikut setelah proses pembakaran. Untuk mensiasatinya, anjuran tepat bagi Anda penggemar sate adalah mengkonsumsi timun yang disertakan dalam acar untuk menu pelengkap sate yang berguna untuk menurunkan kadar zat karbon hasil pembakaran.
Udang dan Vitamin C
Jangan makan udang setelah Anda mengkonsumsi Vitamin C. Karena ini akan menyebabkan keracunan dari racun Arsenik (As) yang merupakan proses reaksi dari udang dan vitamin C di dalam tubuh dan bisa berakibat keracunan yang fatal dalam hitungan jam.
Mi Instan
Untuk para penggemar mi instan, pastikan Anda punya selang waktu paling tidak 3 (tiga) hari setelah Anda mengkonsumsi mi instan jika akan mengkonsumsinya lagi. Dari informasi kedokteran, ternyata terdapat lilin yang melapisi mi instan. Itu sebabnya mengapa mi instan tidak lengket satu sama lainnya ketika dimasak. Dan menurut informasi dokter, tubuh kita memerlukan waktu lebih dari 2 (dua) hari untuk membersihkan lilin tersebut. Konsumsi mi instan setiap hari akan meningkatkan kemungkinan seseorang terjangkiti kanker.