Oleh: Prof Veni Hadju (Dekan FKM Unhas)
Dua tulisan yang saling bertolak belakang tentang Aspartam belum lama terpublikasi luas melalui Koran ini. Tulisan pertama pada edisi 3 Juni 2008 berjudul "Pahitnya Dampak Pemanis Buatan" yang telah mengungkapkan dengan jelas tentang bahaya mengkonsumsi produk pemanis buatan Aspartam.
Tulisan kedua pada edisi 17 Juni 2008 berjudul "BTP Aspartam Aman Dikonsumsi" yang mengemukakan amannya Aspartam dengan berbagai bukti ilmiah.
Tulisan pertama dengan argumennya mengemukakan fakta-fakta di lapangan tentang perlunya kita menghindar dari Aspartam sedangkan tulisan kedua mengemukakan betapa manusia sangat membutuhkan Aspartam dengan jaminan keamanannya.
Kedua tulisan ini menyiratkan perlunya pemahaman yang lebih dalam dari setiap bukti ilmiah yang dikemukakan. Tulisan ini ingin melihat masalah ini dari pandangan seorang peneliti dan sekaligus anggota masyarakat yang ingin melihat kehidupan masyarakat yang lebih baik ke depan.
Amankah Aspartam?
Sejarah ilmu pengetahuan di muka bumi ini telah memperlihatkan bahwa manusia selalu ingin melakukan upaya terobosan dengan menggunakan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi.
Oleh karena kebutuhan yang begitu besar, maka para peneliti bergandengan tangan dengan kalangan industri berusaha untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bersifat ekonomis sehingga kebutuhan manusia yang terus meningkat bisa disediakan.
Upaya ini akan terus berlanjut sampai dunia berakhir. Industri tidak akan tinggal diam untuk selalu berinovasi dan sekaligus mempromosikan produk terbarunya sehingga semakin banyak diminati oleh konsumen.
Terkait dengan Aspartam, pertanyaan yang sering muncul dan menjadi perdebatan adalah amankah mengonsumsi pemanis buatan Aspartam? Jawaban yang muncul dari setiap pertanyaan tentu akan tergantung kepada latar belakang orang yang menjawabnya. Penulis dapat mengkategorikan minimal ada tiga kelompok orang.
Pertama, mereka yang terkait dengan industri Aspartam, apakah itu direktur, para peneliti di Divisi Riset dan Pengembangan, atau pekerja lainnya yang ada di dalamnya.
Mereka pasti akan berusaha keras membuktikan bahwa Aspartam adalah produk yang aman, tidak menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, dan sudah digunakan oleh banyak negara dan dilindungi oleh badan yang tertinggi di Amerika Serikat (FDA).
Coba perhatikan apa yang diungkap oleh penulis pertama dalam tulisannya Pahitnya Dampak Pemanis Buatan yang mengatakan bahwa seluruh penelitian yang disponsori oleh industri yang menggunakan Aspartam tidak menemukan dampak penggunaan Aspartam terhadap masalah kesehatan.
Coba bandingkan dengan mayoritas penelitian independen (92 persen) yang memperlihatkan dampak buruk terhadap kesehatan dari yang ringan sampai berat.
Kelompok kedua, adalah mereka yang secara sadar mengikuti setiap perkembangan ilmu dan mau menerima dengan hati yang terbuka bila ada hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan. Kelompok ini memang kadang sangat sensitif apalagi kalau hal tersebut terkait dengan bidang pekerjaannya.
Kelompok ini bisa saja berasal dari para akademisi, para praktisi, atau masyarakat umum yang peduli kepada masalah kesehatan.
Kelompok ini kadang dimusuhi oleh kelompok pertama, karena mau bicara apa adanya. Kadang memang cenderung lebih "egois" dan melihat informasi secara hitam putih. Pengalaman yang banyak terlihat, kelompok ini sangat lemah karena tidak didukung oleh dana yang memadai. Namun, pada beberapa kasus, mereka pada akhirnya diikuti oleh banyak orang.
Kelompok ketiga, adalah mereka yang kurang perhatian terhadap setiap perkembangan yang ada. Kelompok ini cenderung mengikuti selera pasar atau arah kebijakan yang ada saat itu. Kelompok ini menyadari bahwa urusan keamanan serahkan saja kepada ahlinya.
Kalau Badan Internasional seperti FDA yang bergensi sudah mengatakan aman, maka mereka akan berpendirian sangat teguh untuk membenarkan. Kelompok ketiga ini adalah kelompok terbanyak di masyarakat kita.
Mereka sebagian besar adalah masyarakat umum, walaupun di antara mereka ada juga para akademisi, para peneliti, atau orang yang berpikir objektif. Mereka pada umumnya tidak tertarik dengan kontroversi yang ada.
Kontroversi terhadap informasi di bidang kesehatan bukan lagi hal yang baru. Salah satu contoh yang pernah terjadi di Amerika adalah kasus minyak goreng. Tingginya kadar kolesterol darah saat itu sebagai penyebab utama penyakit jantung koroner, banyak dihubungkan dengan konsumsi minyak goreng asal kelapa yang tinggi asam lemak jenuh.
Saat FDA mengumumkan bahwa minyak goreng nabati (kedelei dan biji-bijian lainnya) lebih aman karena sangat rendah kadar asam lemak jenuh, maka berlomba-lombalah orang meninggalkan konsumsi minyak goreng kelapa. Publikasi tentang bahaya minyak kelapa yang mengandung asam lemak jenuh yang tinggi terbit di mana-mana.
Namun setelah disadari, bahayanya asam lemak trans sebagai bahan yang muncul dari pemakaian minyak goreng nabati terhadap penyakit jantung, maka produsen minyak goreng kelapa mendapat pasar kembali. Saat ini asupan asam lemak trans yang tinggi adalah salah satu penyebab utama kejadian penyakit jantung koroner.
Keterbatasan Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang diberikan otak dengan kemampuan berpikir yang luar biasa dan sekaligus hati yang bisa diajak merenung dan merasakan apa yang tidak tertangkap oleh panca indra.
Dengan kemampuan ini, manusia bisa menciptakan dan berkreasi secara maksimal sehingga lahirlah produk-produk inovatif dari hasil karya mereka. Dengan kemampuan berpikir, mereka bisa menetapkan apakah jumlah tertentu dalam batas aman untuk kesehatan manusia atau tidak.
Juga, dengan kemampuan hati, mereka merasa yakin bahwa tujuan yang ingin mereka capai itu adalah sesuatu yang benar.
Hanya saja, manusia tetaplah manusia. Mereka punya keterbatasan, baik pikirannya maupun perasaannya. Manusia kadang merasa yakin bahwa mereka sangat benar dan tidak menyadari keterbatasan mereka.
Para ahli, dengan segala kapasitasnya berusaha untuk melakukan prosedur ilmiah yang mereka anggap itu benar tapi mereka lupa bahwa standar pengetahuan manusia yang ada tetap tidak lepas dari kesalahan. Bisa saja kita mengatakan bahwa dalam jumlah seperti ini aman, namun perhitungan dalam tubuh manusia tidak bisa disamakan dengan perhitungan matematis.
Setiap orang berbeda, baik dilihat dari gen yang menyusun tubuhnya maupun kondisi lingkungan fisik dan sosial di mana dia tumbuh dan berkembang. Bisa saja jumlah tertentu pada sekelompok orang itu masih aman namun pada kelompok lainnya jumlah seperti itu tidak aman lagi.
Kompleksitas tubuh manusia sudah diakui oleh para ahli. Mereka tiba pada kesimpulan bahwa setinggi apapun ilmu pengetahuan menjelajahi tubuh manusia, mereka baru mengetahui 20 persen saja. Ini belum dilihat bagaimana keterkaitan antara fisik, pikiran, dan hati.
Dalam ilmu quantum, yang saat ini menjadi dasar pengembangan ilmu kedokteran di Abad ke-21, ketiga unsur ini harus dipahami dalam menjelaskan apa yang terjadi pada timbulnya suatu penyakit atau gangguan kesehatan pada manusia.
Pola Hidup Sehat
Terlepas dari kontroversi yang terungkap saat ini, sebaiknya kita mengajak masyarakat untuk mengikuti pola hidup sehat yang mengantarkan mereka kepada kesehatan yang optimal. Pola hidup sehat mengajarkan kita untuk mengonsumsi makanan yang alami. Kalau kita butuh pemanis, sebaiknya mencari yang alami.
Ada madu, ada gula aren, ada gula batu (gula tebu yang belum diproses menjadi gula pasir). Bahkan, kalau boleh kita membatasi mengonsumsi semua produk makanan yang telah diproses. Tidakkah lebih sehat mengonsumsi teh tanpa gula?
Tidakkah lebih sehat mencicipi kopi yang betul-betul terasa kopi, bukan kopi yang terasa manis? Memang sulit dan tidak enak pada awalnya, namun berikutnya kita akan terbiasa.
Pola hidup sehat juga mengajarkan kepada kita untuk mengonsumsi lebih banyak sayur-sayuran dan buah-buahan setiap hari. Kita dianjurkan mengonsumsi minimal lima porsi sayur-sayuran setiap hari. Kita bisa memperoleh gula buah yang alami dari minimal dua porsi buah-buahan setiap hari.
Sebagian besar kandungan mineral dan vitamin yang dibutuhkan tubuh bisa diperoleh dari konsumsi sayur dan buah ini setiap hari. Hindari buah yang telah diproses dan dijual dalam kaleng atau sayuran yang sudah dibekukan terlebih dahulu.
Orang bijak berpesan, yang alamiah itu adalah yang terbaik. Di tengah peningkatan ilmu dan teknologi yang begitu cepat sangat sulit menghindar dari berbagai hal yang tidak alamiah. Namun, satu anjuran yang sangat mudah kita lakukan adalah pesan Rasulullah: "makan dan minumlah kamu namun jangan berlebih-lebihan.
Mungkin konsumsi sekali-kali tidak ada masalah, apalagi kalau itu sudah menjadi satu dengan kue yang kita senangi. Namun, jangan mengonsumsi itu setiap hari karena itu telah disadari memberi dampak yang lebih besar".
Sehat adalah pilihan. Pilihan makanan dan minuman yang alami akan menjamin tubuh kita lebih sehat. Minimal kita membatasi konsumsi kita terhadap semua produk yang belum bisa memberikan jaminan keamanan yang tinggi.
Di samping itu, marilah kita melihat suatu perbedaan dari keterbatasan ilmu dan pengetahuan kita. Bisa saja saat ini kita benar namun besok hal itu menjadi salah. Kehati-hatian sangat bijak terutama terhadap kesehatan tubuh kita. Wallaahu?alam bishshawab.